Bagaimana jika berwudhu dalam keadaan memiliki kuku panjang? Apakah wudhunya sah? Dan apakah shalatnya juga sah?.
Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab al-Majmu' Syarah al-Muhadzab, Jilid I, halaman 339 mengatakan bahwa, Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk memotong kuku secara rutin, dan dianjurkan tidak lebih dari 40 hari. Karena, memotong kuku adalah salah satu dari lima perkara fitrah [mencukur kumis, rambut, bulu ketiak dan bulu kemaluan], yang dianjurkan untuk dibersihkan.
أما تقليم الأظفار، فمجمع على أنه سنة، وسواء فيه الرجل والمرأة. انتهى.
"Adapun memotong kuku, maka telah disepakati bahwa itu adalah sunnah, baik bagi laki-laki maupun perempuan"
Dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda bahwa umat Islam dianjurkan untuk memotong kumis, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku dalam waktu tidak lebih dari empat puluh hari.
وُقِّتَ لنا في قصِّ الشَّارِبِ، وتقليمِ الأظْفارِ، ونتْفِ الإبْطِ، وحَلْقِ العانةِ: ألَّا تُترَكَ أكثرَ مِن أربعينَ
"Telah ditentukan bagi kami waktu untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak boleh dibiarkan lebih dari empat puluh hari"
Dan bagaimana hukum wudhu dengan kuku panjang?
Menurut KH. M. Sjafi'i dalam kitab 100 Masalah Agama, Jilid 5. Berwudhu dan shalat dengan kuku panjang hukumnya sah. Hal ini karena kuku panjang tidak menghalangi keabsahan bersuci dan shalat seseorang.
Namun dengan catatan kuku tersebut tidak mengandung najis atau kotoran yang bisa menghalangi air ketika berwudhu.
Imam Nawawi dalam kitab Majmu' Syarah al Muhadzab, Jilid 2 [Lebanon; Dar al-Kotob al Ilmiyah, 1971] halaman 380, menjelaskan bahwa kuku panjang, memang tidak menjadi penghalang wudhu jika kuku bersih dan tidak ada kotoran yang menumpuk di bawahnya. Namun, jika ada kotoran di bawah kuku, maka kotoran tersebut akan menjadi penghalang air wudhu untuk sampai ke kulit. Hal ini dapat menyebabkan wudhu menjadi tidak sah dan shalat menjadi batal.
إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل. ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه ، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته
”Jika pada sebagian anggota tubuh seseorang ada lilin, adonan, henna, atau benda sejenisnya yang menghalangi air sampai ke bagian tubuh tersebut, maka bersucinya tidak sah, baik benda tersebut banyak atau sedikit. Namun, jika pada tangan atau anggota tubuh lainnya masih terdapat bekas henna atau warnanya, tanpa zatnya, atau bekas minyak cair yang memungkinkan air menyentuh kulit anggota tubuh dan mengalir di atasnya tetapi tidak menempel, maka wudhunya sah”
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Imam Abdurrauf al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir Syarah Al-Jami' Ash-Shaghir Jilid 3, halaman 455, bahwa memotong kuku memang dianjurkan dalam Islam, bahkan dianggap sebagai sunnah fitrah. Adapun sunnah fitrah sendiri merujuk pada tindakan-tindakan alami manusia yang dianjurkan Nabi Muhammad untuk dijaga demi kebersihan dan kesucian.
Jadi, meski tidak wajib secara hukum, menjaga kebersihan kuku dengan memotongnya tetap dianjurkan demi kesempurnaan ibadah seorang Muslim.
وتقليم الأظفار) تفعيل من القلم القطع والمراد إزالة ما يزيد على ما يلابس رأس الأصبع من الظفر لأن الوسخ يجتمع فيه)
"(Dan memotong kuku) adalah kata kerja aktif dari kata "qalama" yang berarti "memotong". Yang dimaksud adalah menghilangkan bagian kuku yang melebihi bagian yang menempel pada ujung jari, karena kuku merupakan tempat berkumpulnya kotoran"
قال ابن العربي: وقص الأظفار سنة إجماعا ولا نعلم قائلا بوجوبه لذاته لكن إن منع الوسخ وصول الماء للبشرة وجبت إزالته للطهارة وشمل العموم أصابع اليدين والرجلين
"Ibnu Arabi berkata: "Memotong kuku adalah sunnah secara ijma' (konsensus ulama), dan kami tidak mengetahui ada seorang pun yang berpendapat bahwa memotong kuku wajib karena dirinya sendiri. Namun, jika kotoran menghalangi air sampai ke kulit, maka wajib menghilangkannya untuk bersuci. Keumuman ini mencakup jari tangan dan kaki." [Imam Abdurrauf al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir Syarah Al-Jami' Ash-Shaghir Jilid 3, [Mesir; Madrasah tijariyah al Kubra, 1356 H], halaman 455].
Jadi, mengerjakan wudhu dengan kuku panjang tetap sah, asalkan kuku tersebut bersih dan tidak mengandung najis atau kotoran yang menghalangi air masuk ke sela-sela kuku. Jika kuku panjang tersebut kotor dan mengandung najis, maka wudhu tidak sah. Ketika wudhu tidak sah, maka shalat bisa menjadi tidak sah juga.
0 Komentar